Atau mungkin ingin mengurangi risiko gagal panen karena serangan hama dan penyakit?
Jika iya, maka sistem tumpangsari mungkin bisa menjadi jawabannya. Di tengah tantangan pertanian modern seperti perubahan iklim, alih fungsi lahan, dan kebutuhan pangan yang meningkat, metode ini menawarkan solusi cerdas yang ramah lingkungan dan ekonomis.
Boleh dibilang tumpangsari ini bukanlah konsep yang benar-benar baru. Sejak dulu, petani tradisional di Nusantara sudah menerapkannya secara turun-temurun.
Namun dengan seiring perkembangan zaman, sistem ini justru semakin relevan untuk diadopsi, terutama bagi kita yang memang ingin mengoptimalkan lahan dan meningkatkan produktivitas.
Lantas apa sebenarnya tumpangsari, bagaimana cara kerjanya, dan tanaman apa saja yang cocok dibudidayakan dengan metode ini? Yuk langsung saja kita simak pada penjelasan berikut.
Apa Itu Sistem Tumpangsari?
Tumpangsari atau intercropping pada dasarnya adalah teknik budidaya dengan menanam dua atau lebih jenis tanaman dalam satu lahan secara bersamaan atau berurutan dalam periode tertentu.
Tujuannya simpel yaitu untuk memaksimalkan pemanfaatan ruang, waktu, dan sumber daya alam seperti sinar matahari, air, serta nutrisi tanah.
Berbeda dengan monokultur yang hanya fokus pada satu jenis tanaman saja, maka tumpangsari biasanya akan mengedepankan keberagaman untuk menciptakan ekosistem pertanian yang lebih seimbang.
Contoh sederhananya yaitu seperti menanam jagung bersama dengan kacang tanah. Jagung tumbuh tinggi sehingga memanfaatkan sinar matahari di lapisan atas, sementara kacang tanah yang pendek mengambil cahaya di bagian bawah.
Akar kacang tanah juga membantu memperbaiki nitrogen dalam tanah, yang bermanfaat bagi pertumbuhan jagung.
Sinergi seperti inilah yang membuat tumpangsari disebut sebagai sistem "saling menguntungkan".
Keuntungan Sistem Tumpangsari
Tentu ada banyak sekali manfaat atau kelebihan yang bisa didapatkan dengan mengadopsi sistem tanam tumpangsari ini. Adapun beberapa kelebihan yang paling umum adalah sbb:
1. Efisiensi Penggunaan Lahan
Dengan menanam beberapa jenis tanaman sekaligus, tentu saja kita bisa memanfaatkan setiap sudut lahan secara optimal.
Tanaman yang memiliki perbedaan tinggi, kedalaman akar, atau masa panen bisa saling melengkapi tanpa bersaing.
2. Pengendalian Hama & Penyakit Alami
Keberagaman tanaman menciptakan ekosistem yang lebih stabil. Serangga atau penyakit yang menyerang satu jenis tanaman tidak mudah menyebar ke jenis lainnya.
Misalnya saja, seperti saat kita menanam bawang merah diantara tanaman cabai yang bisa membantu mengusir hama aphid.
3. Meningkatkan Kesuburan Tanah
Beberapa tanaman seperti legum (kacang-kacangan) mampu mengikat nitrogen dari udara dan menyimpannya di dalam tanah.
Hal ini bisa mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia dan menjaga kesehatan tanah dalam jangka waktu yang panjang.
4. Meminimalkan Risiko Gagal Panen
Jika salah satu tanaman terkena dampak cuaca ekstrem atau serangan hama tertentu, maka tanaman lain ada kemungkinan masih bisa memberikan hasil.
Hal ini tentu saja berbeda dengan sistem monokultur yang seringkali rentan mengalami kerugian besar jika mengalami gagal panen.
5. Meningkatkan Pendapatan Petani
Diversifikasi hasil panen memungkinkan petani memiliki sumber penghasilan lebih beragam.
Selain itu, biaya perawatan seperti pupuk dan juga pestisida juga cenderung bisa lebih ditekan.
Tanaman yang Cocok untuk Sistem Tumpangsari
Tidak semua tanaman bisa dipadukan dalam sistem tumpangsari. Pemilihan dari setiap jenis tanaman harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti:
- Kompatibilitas Pertumbuhan. Tanaman tidak saling menghalangi akses sinar matahari atau nutrisi.
- Perbedaan Masa Panen. Tanaman dengan masa panen berbeda bisa mengisi "kekosongan" lahan setelah panen.
- Sifat Alelopati. Hindari tanaman yang mengeluarkan zat kimia penghambat pertumbuhan tanaman lain.
Nah dari pertimbangan diatas, setidaknya ada beberapa jenis kombinasi tanaman yang terbukti efektif saat kita ingin memulai menggunakan sistem tumpangsari.
1. Serealia + Legum
Contoh: Jagung + Kacang Hijau/Kedelai
Jagung sebagai tanaman utama yang tinggi, sementara kacang-kacangan menutupi tanah, mencegah erosi, dan memperkaya nitrogen.
2. Sayuran Daun + Umbi-Umbian
Contoh: Bayam + Ubi Jalar
Bayam yang berdaun lebar bisa tumbuh di antara barisan ubi jalar. Ubi jalar membantu menekan gulma, sementara bayam bisa dipanen lebih cepat.
3. Tanaman Industri + Palawija
Contoh: Tebu + Kacang Tanah
Tebu membutuhkan waktu panjang untuk panen, sementara kacang tanah bisa dipanen dalam 3-4 bulan, mengisi masa tunggu sebelum tebu matang.
4. Buah-Buahan + Tanaman Pendamping
Contoh: Pisang + Jahe
Pisang memberikan naungan parsial untuk jahe yang tidak tahan paparan matahari langsung. Jahe juga membantu mengurangi pertumbuhan gulma di sekitar pohon pisang.
5. Tanaman Cepat Panen + Lambat Panen
Contoh: Cabai + Bawang Merah
Bawang merah yang dipanen dalam 2-3 bulan bisa ditanam di sela cabai yang membutuhkan waktu 4-5 bulan.
Kesimpulan
Sistem tumpangsari tentu bukan sekadar teknik bertani konvensional semata, melainkan juga bagian dari investasi untuk masa depan pertanian yang berkelanjutan.
Dengan memadukan jenis tanaman yang saling mendukung, kita tidak hanya bisa meningkatkan produktivitas, tetapi juga menjaga keseimbangan lingkungan.
Bagi petani pemula, mulailah dengan kombinasi tanaman sederhana seperti jagung dan kacang tanah. Pelajari pola pertumbuhannya, lalu kembangkan ke jenis tanaman lain sesuai kondisi lahan dan pasar.
Yuk mulai saat ini kita bersama-sama kita wujudkan pertanian yang ramah lingkungan, efisien, dan menguntungkan, salah satunya yaitu dengan menerapkan sistem tanam tumpangsari.
Tags
Teknologi Pertanian